BAB I
PENDAHULUAN
- Latara Belakang
Setiap insan memiliki potensi yang sama untuk menguasai bahasa. Proses dan sifat penguasaan bahasa setiap orang berlangsung dinamis dan melalui tahapan berjenjang. Manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui bahasa tangis. Melatih bahasa tersebut seorang bayi mengkomunikasikan segala kebutuhan dan keinginannya. Sejalan dengan perkembangan kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas, Misalnya dengan orang di sekitarnya lingkungan dan berkembang dengan orang lain yang baru dikenal dan bersahabat dengannya.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara pengertian bahasa dan berbicara. Bahasa mencakup segala bentuk komunikasi, baik yang’diutarakan dalam bentuk lisan. tulisan, bahasa isyarat, bahasa gerak tubuh, ckspresi wajah pantomim atau seni. Sedangkan bicara adalah bahasa lisan yang merupakan bentuk yang paling efektif untuk berkomunikasi, dan paling penting serta paling banyak dipergunakan.
Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Pada gilirannya anak akan dapat berkembang dan tumbuh menjadi pribadi yang bahagia karena dengan mulai berkomunikasi dengan lingkungan, bersedia mcmberi dan menerima segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya. Proses perkembangan tersebut mulelui berbagai tahapan-tahapan perkembangan bahasa anak, mulai kanak-kanak sampai dengan penguasaan usia sekolah. Hal ini perlu diketahui dengan teori yang mendasari perkembangan bahasa anak tersebut, serta bagaimana proses tahap-tahap menguasaan bahasa sehingga seorang anak dapat berbahasa dan menggunakan bahasa.
- Rumusan masalah
1. Teori Perkembangan Bahasa Anak
2. Perkembangan Montorik
3. Perkembangan Sosial dan Komunikasi
4. Perkembangan Kognitiif
5. Perkembangan Bahasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Perkembangan Bahasa Anak
Dalam hal ini ada tiga pandangan atau teori dalam perkembangan bahasa anak.. Dua pandangan yang kontroversial dikemukakan oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat alamiah (nature). Dan pandangan behaviorisme yang berpendapat bahawa penguasaan bahasa pada kanak-kanak bersifat “suapan” (nature). Pandangan ketiga muncul di Eropa dari Jean Piaget yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif, sehingga pandangannya disebut kognitivisme.
a. Pandangan Nativisme
Nativisme berpendapat bahawa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia) sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genetis telah diprogramkan. Pandangan ini tidak mengangggap lingkungan punya pengaruh dalam pemerolehan bahasa, melainkan mengganggap bahwa bahasa merupakan biologis, sejalan dengan yang disebut “hipotesis pemberian alam”. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode seperti “peniruan” (imitation). Jadi, pasti ada beberapa aspek penting mengenai system bahasa yang sudah ada pada manusia secara alamiah.
Menurut Chomsky (1965, 1975) bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, Binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat ini didasarkan pada asumsi. Pertama, perilaku bahasa adalah sesuattu yang diturunkan (genetik); pola perkembangan bahasa adalah sama pada semua macam bahasa dan budaya (merupakan sesuatu yang universal); dan lingkungan hanya memiliki peran kecil di dalan proses pematangan bahasa. Kedua, bahasa dapat dikuasai dalam waktu singkat, anak berusia empat tahun sudah dapat berbicara mirip dengan orang dewasa. Ketiga, lingkungan bahasa si anak tidak dapat menyediakan data secukupnya bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut Chomsky, seorang anak dibekali “alat pemerolehan bahasa” (language acquisition device (LAD). Alat yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci butir-butir yang mungkin dari suatu tat bahasa, dan dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang khususuntuk memproses bahasa, yang tidak punya kaitannya dengan kemempuan kognitif lainnya.
b. Pandangan Behaviorisme
Kaum behaviorisme menerangkan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu oleh rangsangan yang diberikan melalui lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behaviorisme dianggap kurang tepat karenan istilah bahasa itu menyiaratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan, dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu merupakan salah satu perilaku, di antara perilaku-perilaku manusia lainnya. Menurut kaum behaviorisme kemempuan berbicara dan memehami bahasa oleh anak diperoleh melalui rangsangan dari lingkungannya. Anak dianggap sebagai penerima pasif dari tekanan lingkungannya, tidak memiliki peranan yang aktif di dalam proses perkembangan perilaku verbalnya. Bahkan kaum behaviorisme tidak mengakui kematangan anak dalam pemerolehan bahasa. Kaum behaviorisme tidak mengakui pandangan bahwa anak menguasai kaidah bahasa dan memiliki kemempuan untuk mengabstrakkan cirri-ciri penting dari bahasa di lingkungannya. Mereka berbendapat rangsangan (stimulus) dari lingkungan tertentu memperkuat kemempuan berbahasa anak. Perkembangan bahasa mereka pandang sebagai suatu kemajuan dari pengungkapan verbal yang berlaku secara acak sampai ke kemampuan yang sebenarnya untuk berkomunikasi memalui prinsip pertalian S – P (stimulus – respon) dan proses peniruan-peniruan.
c. Pandangan Kognitivisme
Jean Piaget (1945) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.
Chomsky berpendapat bahasa tidak berpengaruh besar pada proses pematangan bahasa, maka Pieget berpendapat bahwa lingkungan juga tidak berpengaruh besar terhadap perkembangan intektual anak. Perubahan atau perkembangan intelektual anak sangat bergantung pada keterlibatan anak secara aktif dengan lingkungannya.
B. Perkembangan Montorik
Montorik berarti gerak. Dua kemampuan bergerak yang paling banyak diperhatikan para pakar adalah berjalan dan penggunaan tangan sebagai alat (Morgan, 1986). Berbagai kajian terhadap anak-anak yang kemempuan geraknya terbatas pada bulan-bulan pertama dalam hidupnya menunjukan bukti bahwa kekurangan latihan tidak mengubah urutan kejadian yang mengarah ke berjalan. Kalau latihan “berjalan” diperkaya, diberi porsi lebih, mungkin kemampuan berjalan dapat diperoleh lebih dini; tetapi urutan kemampuan tidak berubah (Morgan, 1986). Perkembangan montorik merupakan perkembangan bayi sejak lahir yang paling tampak.
C. Perkembangan Sosial dan Komunikasi
Sesungguhnya semenjak lahir bayi sudah “disetel” secara biologis untuk berkomunikasi, dia akan tanggap terhadap kejadian yang di timbulkan oleh orang yang disekitarnya (terutama ibunya). Kurang lebih 70 % dari waktu Ibu menyususi, sang Ibu mendapingi bayinya dalam jarak 20 cm. Oleh karena itu, bayi akan membalas tatapan ibunya dengan melihat mata sang Ibu yang menarik perhatiannya. Kemudian bayi juga belajar bahwa sewaktu terjadi saling tatap mata beratti ada komunikasi, antara bayi dan ibunya.
Bayi memang sudah terlibat secara aktif dalam proses interaksif dengan ibunya tak lama setelah di lahirkan. Dia menenggapi suara dan gerak-gerik ibunya, serta mengamati wajah ibunya. Pada minggu pertama kehidupan dia sudah menirukan kegiatan menggerakan tangan, menjulurkan lidah dan membuka mata. Menjelang usia satu bulan dia mulai menirukan tinggi rendah dan panjang pendek suara ibu.nya.
Pada usia 2 minggu dia sudah biasa membedakan wajah ibunya dari wajah orang lain. Pada usia 3 minggu senyum bayi sedah dapat disebut “senyum social”, sebab seyum itu diberikan sebagai rekasi social terhadap rangasangan (berupa wajah/suara ibu) dari luar.
Pada bulan kedua bayi semakin sering “berdekut” (cooing) bunyi seperti bunyi burung merpati. Bayi berdekut jika dia berada dalam keadaan senang, misalnya karena ada yang menemani, mengajak berbicara, mengajak bermain dan sebagainya.
Menjelang usia lima bulan, bayi mulai menirukan suara dan gerak gerik orang dewasa secara sengaja, sehingga semakin meningkatlah perbendaharaan ekspresi wajah. Lalu pada usia lima bulan dia dapat bersuara dengan sikap yang menunjukkan raa senang, rasa tidak senang dan rasa ingin tahu.
Pada usia enam bulan terjadi pergeseran minat, dia lebih tertarik pada benda dari pada manusia. Maka sejak saat itu, iteraksi menjadi tiga serangkai; bayi, ibu dan benda-benda.
Antara usia tujuh sampai dua belas bulan anak mulai lebih memegang kendali di dalam interaksi dengan ibunya. Anak belajar menyatakan keinginannya atau kehendak secara lebih jelas dan lebih efektif.
D. Perkembangan Kognitif
Istilah kognitif berkaitan dengan peristiwa mental yang terlibat dalam proses pengenalan tentang dunia, yang sedikit banyak melibatkan pikiran atau berpikir. Oleh karena itu, secara umum kata kognisi bias dianggap bersinonim dengan kata berpikir atau pikiran.
Piaget menyatakan adnya beberapa tahap dalam perkembangan kognitif anak. Tahap itu adalah 1) tahap sensomontorik, 2) tahap praoperasional, 3) tahap operasional konkret, 4) tahap operasional formal.
1. Tahap sensomontorik
Tahap ini merupakan tahap pertama dalam perkembangan kognisi anak dan berlangsung pada sebagaian dari dua tahun pertama dalam kehidupannya, lalu pada tahun kedua muncul koordiansi dari kedua kemampuan awal ini. Pada akhirnya periode sensorik bayi dapat berpikir tentang dunia, yaitu yang berhungan dengan pengalaman-pengalaman dan tindakan-tindakan yang sederhana.
2. Tahap Praoperasional
Pada tahap ini cara “berfikir” anak-anak masih didominasi oleh cara bagaimana hal-hal atau benda-benda itu tampak. Cara berfikirnya masih kurang operasional.
3. Tahap Operasional Konkret
Pada tahap ini anak-anak telah memahami konsep konvensi. Tahap ini dilalui anak yang berusia sekitar tujuh sampai dengan menjelang sebelas tahun.
4. Tahap Operasional Formal
Pada tahap ini dilalui anak setelah anak berusia 11 tahun ke atas, anak-anak sudah berfikir logis seperti halnya dengan orang dewasa.
Mereka merumuskan dan mengetes hipitesis-hipotesis yang rumit mereka berfikir abstrak dan mereka menggeneralisasikan dengan menggunakan konsep yang abstrak, dari satu situasi ke situasi yang lain (Morgan, 1986).
E. Perkembangan Bahasa
Bayi beru lahir sampai usia satu tahun lazim disebut dengan istilah infant artinya tidak mampu berbicara. Istilah ini memang tepat kalau dikaitkan dengan kemempuan berbicara. Perkembangan bahasa bayi dapat dibagi dua yaitu; tahap perkembangan artikulasi, dan 2) tahap perkembangan kata dan kalimat (Poerwo, 1989).
1. Tahap Perkembangan Artikulasi
Tahap ini dilalui bayi antara sejak lahir kira-kira berusia 14 bulan. Usaha kea rah “menghasilakan” bunyi-bunyi itu sudah mulai pada minggu-minggu sejak kelahiran bayi tersebut. Perkembangan menghasilkan bunyi ini disebut perkembangan artikulasi, dilalui seorang bayi melalui rangkaian tapap sebagai berikut.
a. Bunyi Resonansi
Penghasilan bunyi, yang terjadi dalam rongga mulut, tidak terlepas dari kegiatan dan perkembangan montorik bayi pada bagian rongga mulut. Baunyi yang paling umum yang dapat dibuat bayi adalah bunyi tangis karena merasa tidak enak atau merasa lapar dan bunyi-bunyi sebagai batuk, bersin, dan sedawa. Disamping itu, ada pula bunyi bukan tangis yang disebut bunyi “kuasi resonansi, bunyi ini belum ada konsonannya dan vokalnya belum sepenuhnya mengandung resonansi.
b. Bunyi berdekut
Mendekati usia dua bulan bayi telah mengembangan kendali otot mulut untuk memulai dan mengentikan gerakan secara mantap. Pada tahap ini suara tawa dan suara berdekut (cooking) telah terdengar. Bunyi berdekut ini agak mirip dengan bunyi [ooo] pada burung merpati. Bunyi yang dihasilkan adalah bunyi konsonan belakang dan tengah dengan vocal belakang, tetapi dengan resonansi penuh. Bunyi konsonannya mirip dengan bunyi [s] dan bunyi hampat velar yang mirip dengan bunyi [k] dan [g].
c. Bunyi Berleter
Berleter adalah mengelurkan bunyi yang terus menerus tanpa tujuan. Berleter ini biasanya dilakukan oleh bayi yang berusia antara empat sampai enam bulan.
d. Bunyi Berleter Ulang
Tahap ini dilalui si anak berusia antara enam sampai sepuluh bulan. Konsonan yang mula-mula dapat diucapkan adalah bunyi labial [p] dan [b], bunyi letup alveolarm [t] dan [d], bunyi nasal [j]. Yang paling umum terdengar adalah bunyi suku kata yang merupakan rangkaian konsonan dan vocal seperti “ba-ba-ba” atau “ma-ma-ma”.
e. Bunyi vakabel
Vakabel adalah bunyi yang hamper menyerupai kata, tetapi tidak mempunyai arti dan bukan merupkan tiruan orang dewasa. Vokabel ini dapat dihasilkan oleh sang anak antara usia 11 sampai 14 bulan.
2. Tahap Perkembangan Kata dan Kalimat
Kemampuan bervakabel dilanjutkan dengan kemampuan mengucapkan kata, lalu mengucapkan kalimat sederhana, dan kalimat yang lebih sempurna.
a. Kata Pertama
Kemampuan mengucapkab kata pertama sangat ditentukan oleh penguasaan artikulasi, dan oleh kemampuabn mengaitkan kata dengan benda yang menjadi rujukkan (de Vilers, 1097 dalam Purwo, 1989). Pada tahap ini anak cenderung menyederhanakan pengecapannya yang dilakukan secara sistematis.
b. Kalimat Satu Kata
Kata pertama yang berhasil diucapkan anak akan disusul oleh kata kedua, ketiga, keempay dan seterusnya. Kalimat satu kata yang lazim disebut ucapan holofrasis.
c. Kalimat Dua kata
Yang dimaksud dengan kalimat dua kata adalah kalimat yang hanya terdiri dari dua buah kata, sebagai kelanjutan dari kalimat satu kata.
d. Kalimat Lebih lanjut
Pernguasaan kalimat dua kata mencapai tahap tertentu, maka berkembanglah penyusunan kalimat yang terdiri dari tiga buah kata.
3. Tahap Menjelang Sekolah
Yang dimaksud dengan menjelang Sekolah di sini adalah menjelang masuk sekolah dasr, yaitu pada waktu mereka berusia antara lima sampai enam tahun. Pendidikan di taman kanak-kanak (TK), apalagi kelompok bermain (playgrop) belum dapat dianggap sebagai sekolah, sebab sifatnya hanya menolong anak untuk siap memesuki pendidikan dasar. Ketika memasuski taman kanak-kanak anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasr gramatikal bahanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat Tanya, dan sejumlah konstuksi lain. Anak pada prasekolah ini telah mempelajari hal-hal yang di luar kosakata dan tata bahasa. Merka sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks social yang bermacam-macam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia mengawali komunikasinya dengan dunia sekitarnya melalui bahasa tangis. Melatih bahasa tersebut seorang bayi mengkomunikasikan segala kebutuhan dan keinginannya. Perkembangan bahasa anak, kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas. Perkembangan bahasa tersebut selalu meningkat sesuai dengan meningkatnya usia anak. Sesuai dengan teori perkembangan yang berpendapat pandangan nativisme (bahasa pada pada anak bersifat alamiah/natural), Behaviorisme (bahasa bersifat suapan/nurture) dan Kognitivisme (bahasa berasal dari kematangan kognitif). Perkembangan seorang anak melalui beberapa tahap tertentu berkaitan dengan kemampuan anak, perkembangan tersebut merupakan perkembangan montorik, social dan komonikasi, kognitif dan perkembangan bahasa.
B. Saran
Berdasarkan makalah yang disajikan tentang perkembangan bahasa anak disarankan :
1. Bagi Pendidik atau dosen haruslah memberikan materi tentang perkembangan bahasa anak meliputi teori perkembangan dan tahapan perkembangan bahasa anak secara detail agar siswa yang dididik memperoleh ilmu pengetahuan dan kelak tidak mengalami kesulitan dalam hal identintifikasi proses perkembangan bahasa anak.
2. Bagi peserta didik dan pembaca.
Pembaca hendaknya dalam mampu menguasai ilmu pengetehuan dan hakikat menggunaan bahasa dan berbahasa yang benar serta bagaimana cara tahapan proses perkembangan bahasa anak mulai dari usia kanak-kanak sampai dengan usia prasekolah.
3. Bagi orang tua
Diharapkan kepada orang tua asuh, dalam proses perkembangan bahasa anak mulai usia kanak-kanak sampai dengan usia prasekolah, orang tua untuk lebih intens dalam pengasuahan serta bimbingan terhadap anak dalam memperoleh bahasa dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Chear, Abdul. 2002. Psikolinguistik kajian Teori. Jakarta. Rineka Cipta
Setyawati, Nanik. 2009. Teori Balajar Bahasa. Semarang. IKIP PGRI Semarang
http://www.pola asuh dalam perkembangan bahasa anak.com
http;// www.perkembangan bahasa anak.htm